Rabu, 05 Juni 2013

The Second Generation Preq DEMO!



The Second Generation
.
SeQuel from The Genesis and The Last Stand
.

Last Encounter;
“I—Ini…” ucap Laksmi tidak mempercayai apa yang ia lihat
Mata Purple-ish itu memandangi Laksmi dengan lugunya tidak mengetahui apa-apa, “Mama…?” panggilnya
Laksmi langsung memeluk tubuh kecil itu dengan erat di tangannya, “Tidak-Tidak… aku tidak mau itu terjadi lagi, sudah lebih dari cukup… sudah lebih…”
“Little gem?” panggil Atem kini menepuk pundak Laksmi berusaha menenangkannya, mata Crymson itu hanya menatap lembut mata Purple-ish yang menatapinya dengan penuh tanda tanya “Kita bisa melakukan ini… Kau tidak perlu cemas…”
“Ate…”
“Percayalah…”
“Mama… Papa…”
End of Encounter;

“Hah…Hah… Hah…”
Terdengar suara langkah kaki yang sangat cepat melangkah disertai dengan napas yang terengah-engah, mata Crymson itu memfokuskan diri pada jalanan di depannya agar ia tahu kemana tujuannya dan ia tidak peduli seberapa jauh ia menempuh jarak asalkan ia bisa sampai ke tempat tujuannya.
BRAK!!
Ia mendobrak pintu yang ada di depannya, memandangi sekeliling dan tidak mendapati apapun kecuali para pembantu dan butler yang kini tengah berdiri dalam hening di depannya. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri.
“Natsume-Sama…” ucap sang pengasuh dengan wajah yang kini telah berurai air mata menepuk pundaknya
Dan kini ia mengetahui apa yang dimaksud dengan tatapan menyedihkan itu ketika ia mendengar hal yang sungguh merupakan mimpi buruk dalam hidupnya.

Mata itu langsung terbuka lebar dengan napas yang terengah-engah memandangi sekelilingnya yang merupakan kamar tidurnya, rambut ungunya terlihat begitu berantakan dan keringat mengalir dengan deras membasahi piyama marun yang dikenakannya. Pelahan Ia mulai menghela napas panjang-panjang berusaha mengatakan hal tersebut hanyala mimpi buruk dari kenangan masa lalunya kemudian memutuskan untuk beristirahat kembali.

“Sarapan anda sudah siap Natsume-sama…” ucap sang maid kini mempersiapkan sarapan bagi sang Tuan muda di atas meja

Natsume Sennen, 12 tahun adalah seorang anak laki-laki dengan kemampuan yang tinggi dan multi talenta. Ia memiliki segalanya yang ia mau, Perusahaan, Kekayaan, Kekuasaan, Rumah Mewah dan apapun itu bisa ia dapatkan dengan mudahnya. Ia duduk di kelas 6 Domino Elementry Student, seperti biasa sebelum ia memasuki sekolah ia memakan sarapan yang sudah disajikan untuknya di meja makan.

“Bagaimana tidurmu malam ini Natsume-sama?” tanya seorang wanita muda berpakaian putih tersenyum lembut pada Natsume

Natsume hanya mengunyah roti bakar kemudian meneguk segelas Jus jeruk-nya dan memandangi wanita itu, “…Lumayan nyenyak, Yuki-nee” jawab Natsume

Wanita yang dipanggil Yuki itu hanya mengagguk mengerti sebelum kemudian memberikan sebuah pil khusus kepada Natsume, pil berwarna merah kecil “Sebelum anda berangkat ke Sekolah, lebih baik minum dulu obat anda Natsume-sama…” ucapnya

Natsume segera menelan pil tersebut sebelum kemudian beranjak pergi dari ruang makan menuju pintu depan Mansion untuk pergi ke sekolah, terlihat sebuah mobil mewah telah menanti untuk membawanya ke tempat tujuan dengan para maid yang kini sudah bersiap membawakan tas sang Tuan Muda sebelum berangkat.

“Aku berangkat…” ucap Natsume sebelum memasuki mobil

“Hati-Hati di jalan, Natsume-sama…” jawab para maid dan butler sambil membungkukkan badan mereka

Natsume P.O.V

Hari ini aku berangkat menuju ke sekolah sama seperti biasa, sarapan, meminum obat rutin yang disediakan Yuki-nee, dan berangkat diantar oleh supir pribadi di rumah. Aku tidak mengerti kenapa Yuki-nee selalu saja memaksaku meminum obat merah itu setiap harinya, padahal aku tidak sakit atau semacamnya—tapi kalau aku membantah dia akan memarahiku karena tidak patuh.

Ah, ya—Hari ini berbeda dengan hari biasanya, Hari ini tahun ajaran baru-ku duduk di bangku kelas 6. Tentunya aku lulus di peringkat seperti biasa, tapi aku tidak mau menyombongkan diri karena sombong bukanlah hal yang cocok untukku.

Aku juga dapat melihat para anak-anak itu dengan riang gembiranya berjalan menuju sekolah—aku iri dengan mereka yang bisa menampilkan wajah senang mereka. Aku juga iri dengan apa yang dimiliki mereka yang tidak bisa aku miliki—kau pikir aku terlahir untuk apa? Meskipun Kaya dan memiliki Kekuasaan, semua yang kuingini bisa kupenuhi tetapi aku tidak bisa memiliki satu hal yang selalu aku inginkan…

Orang tua…

Aku hanya bisa memandangi ke luar jendela, melihat para orang tua yang menuntun anak mereka menuju sekolah yang baru—mereka bercanda dan bersenda gurau sedangkan aku hanya duduk diam di dalam mobil mewah ini sendirian. Padahal…

“Mama! Mama! Lihat! Itu sekolah kan?”
“Natsu-Chan pintar ya…”
“Natsu akan bersekolah disana kan, Ma?”
“Benar… Sekolah yang rajin, ya…”
“Ng! Natsume akan sekolah yang rajin dan dapat peringkat!”
“Itu baru anak Papa namanya…”

“Natsume-Sama, Kita sudah sampai…” ucap sang Supir memberi tahu membuat Natsume tersentak dari lamunannya

End Natsume P.O.V

Natsume melangkahkan kakinya keluar dari mobil ketika supir itu membukakan pintu untuk mempersilahkan dirinya keluar.

“Kalau boleh saya bertanya, Jam berapa Tuan pulang dari sekolah?” tanya sang Supir kepada Natsume

Natsume hanya memandangnya sejenak sebelum kemudian melangkah “…Kau bisa menjemput jam 4” jawab Natsume sementara sang Supir mengangguk mengiyakan kemudian memasuki mobil kembali dan pergi

Papa dan Mama—Aku baik-baik saja sampai saat ini, aku selalu mendapat peringkat tertinggi di kelas. Tapi itu tidak menjadi masalah buatku, aku tidak ingin menyombongkan diriku dengan mengembel-embelkan nilaiku lebih tinggi dari yang lainnya. Tahun ini aku naik ke kelas 6 dan itu berati tinggal sedikit lagi sebelum kelulusanku ke SMP nanti… bunga sakura juga sudah mekar dengan lebatnya di halaman sekolah. Tahun ini aku akan mempertahankan apa yang sudah kuraih, Tapi aku juga merasa sangat iri dengan para siswa baru itu…batin Natsume dalam hati sambil membuka pintu kelasnya, para siswa yang lain sedang asyik membicarakan tentang liburan Musim dingin mereka.

Natsume segera melangkahkan kakinya memasuki kelas dan menempati tempat duduk favoritnya yanitu barisan paling belakang di pojok dekat dengan jendela, meskipun ia tidak ber-sosialisasi dengan teman-teman sekitarnya Natsume adalah kebanggan kelas karena para teman-temannya justru sangat mengandalkan Natsume ketika mereka tidak mengerti penjelasan yang diucapkan guru.

Bukan hanya Natsume saja yang memasuki Domino Elementry School,

“Natsumee~” panggil suara yang riang gembira dan melangkah dengan cepat menghampiri tempat duduk Natsume

Natsume hanya memandangi anak laki-laki yang sebaya dengannya itu, rambutnya pirang dengan senyuman mengembang terhias di wajahnya.

“Hati-Hati, Ruka—Kau bisa terjatuh kapan saja kalau kau tidak waspada…” sahut Natsume memandangi anak laki-laki yang hanya bisa tercengir lebar itu di hadapannya, Ia hanya tersenyum kecil saja membalas senyumannya “…Kau terlihat gembira sekarang…” tambah Natsume

Ruka Sennen, 12 tahun dan merupakan Sepupu Natsume yang tinggal berbeda blok dengan Mansion yang ditempati Natsume—Ia merupakan salah satu orang yang cukup akrab dengan Natsume yang terkenal dengan sifat dinginnya di kelas. Berbeda dengan Natsume, Ruka jauh lebih periang dan jauh lebih perasa dibandingkan Natsume.

“Nee—tentu saja aku gembira Natsume… Tahun ini Tahun ajaran baru!” ucapnya bersemangat sambil mengepalkan kedua tangannya “Memulai hari baru dan lembar baru! Itulah semangat Tahun Baru!” tambahnya lagi kini dengan mata berapi-api

Natsume hanya menghela napas mendengarnya, sementara Ruka langsung berkomentar lagi “Aku juga sekelas dengan Fujima, lho~”

“Oh begitu… Baguslah…” komentar Natsume singkat

“Nee—Natsume, seharusnya kau juga bersemangat hari ini kan? Kau sakit?” tanya Ruka sedikit memperhatikan Natsume yang tampak kelihatan tidak bersemangat seakan ia berharap tidak hidup di atas bumi ini

Natsume menggelengkan kepalanya “Kau tidak perlu khawatir, Ruka…” sahut Natsumi sambil menjentikan jarinya di dahi Ruka “Aku akan menemui kalian nanti saat Istirahat…” tambah Natsume

“Oke! Aku akan memilih tempat yang bagus~” sahut Ruka semangat sambil berlari keluar keras dengan suara yang dapat terdengar tentang betapa semangatnya ia akan memberitahu yang lainnya.

~Lesson Time~

“Selamat siang, Anak-Anak… Bagaimana liburan kalian hari ini? Tentunya kalian bersenang-senang selama liburan panjang kan?” ucap sang Guru memulai di depan para muridnya

Natsume tidak begitu memperhatikan pelajaran saat itu, dirinya hanya memandangi keluar jendela mengamati pemandangan bunga sakura yang tumbuh mewarnai halaman sekolah. Ditambah dengan para orang tua yang kini sibuk mengambil beberapa foto dengan anak mereka sebagai pengingat di dalam album hari mereka memasuki sekolah pertama. Sebagian dari mereka memilih untuk menghabiskan waktu duduk di bawah pohon sakura yang rindang sambil menikmati snack yang sudah disediakan oleh Ibu mereka. Sungguh menyenangkan… itulah yang dipikirkan oleh Natsume.

“Kalau begitu—Bapak ingin kalian menulis sebuah karangan tentang Orang Tua kalian…” ucap suara sang Guru memulai kepada seisi kelas membuat Natsume langsung mengalihkan pandangannya ke depan 
“Diselesaikan hari ini juga dan di bacakan saat ini… bagi yang tidak bisa menyelesaikan akan dikenakan poin minus. Karangan bisa berupa ungkapan hati atau pengalaman yang kalian lakukan bersama dengan orang tua kalian…” jelas sang Guru mendapat keluhan dari beberapa siswa yang malas untuk mengerjakan tugas apalagi kalau mereka tida menyelesaikannya mereka akan mendapat poin minus

Karangan tentang Orang Tua…

Itulah yang dipikirkan Natsume sambil memandangi kertas yang masih kosong di hadapannya—Apa yang harus ia tulis? Apa yang harus ia ceritakan? Ia tidak memiliki apapun untuk diceritakan, sementara para teman yang lainnya sepertinya menikmati waktu mereka saat menulis karangan. Mereka pasti tengah memikirkan pengalaman menarik bersama orang tua mereka—sementara itu apa yang harus ia tulis untuk dirinya sendiri?

“Waktunya habis…” ucap sang Guru memulai setelah 15 menit pelajaran berlalu, telihat para siswa masih menulis dengan terburu-buru “Letakan peralatan tulis kalian—jangan sampai Bapak melihat kalian masih memegang pensil…” ucapnya dan para siswa dengan tidak rela meletakan pensil mereka.

Kemudian Ia mulai memilih satu per satu dari para siswa untuk membacakan hasil karangan yang mereka buat, banyak yang dari mereka mengatakan betapa pelitnya orang tua mereka karena membatalkan rencana liburan, betapa bossy Ayah dan Ibu mereka ketika di rumah dan betapa mereka berharap mereka bisa menghabiskan liburan sendirian tanpa mendapatkan pengawasan dari mereka. Natsume hanya mendengus saja mendengarkan omongan tersebut—mereka bahkan tidak tahu bagaimana rasanya sendirian, bagaimana rasanya menghabiskan liburan tanpa ada seorangpun disamping mereka…

Natsume memandangi kertasnya yang masih kosong dan bersih dari coretan apapun—selama 15 menit yang telah diberikan ia masih belum menulis apapun di kertasnya. Tidak bahkan namanya tercantum di kertas putih bersih itu.

“Sennen, Natsume…” panggil sang Guru

Natsume beranjak dari kursinya meninggalkan kertasnya diatas meja dan berjalan ke depan kelas, sang Guru terlihat tidak mempedulikan apa alasan Natsume tidak membawakan kertas karangan bersamanya.

Orang Tua di mataku adalah seorang Pelita yang memberikan sinar menerangi jalanku yang gelap gulita dan menuntunku disaat aku terjatuh dan tertimpa masalah yang tidak bisa terselesaikan oleh diriku sendiri.
Mereka mengajarku betapa indahnya Dunia, mencurahkan seluruh kasih sayang yang mereka miliki hanya untukku.
Ayah, mungkin adalah orang yang sibuk dan tidak memiliki waktu libur karena jadwalnya yang padat setiap hari—Tapi meskipun begitu, ketika ia pulang ke Rumah ia selalu menampilkan senyuman hangatnya pada Ibu dan Aku yang menyambut kedatangannya. Ayah adalah laki-laki yang kuat, Aku sangat menganggumi Ayahku yang tetap terlihat bersemangat meskipun di dalam ia merasa sangat kelelahan akibat pekerjaannya di Kantor. Ayah sama sekali tidak mengeluh ketika aku memintanya menemaniku beramain bahkan ia tidak pernah memarahiku kalau aku memintanya untuk berjalan-jalan di taman bersama. Ayahku mungkin orang yang sibuk dan bahkan banyak orang yang sepertinya tidak memikirkan keluarganya, Ayahku berbeda dengan mereka karena Ayahku adalah orang yang baik hati dan penuh pengertian. Ia tahu ia memiliki keluarga dan Ia tahu bagaimana ia bisa membagi waktunya untuk keluarganya. Sifatnya itu yang membuatku begitu kagum kepadanya.
Ibu, adalah malaikat yang selalu ada di rumah kami—Aku dan Ayah sangat menyayangi Ibu dan bahkan Kami berdua berpikir kami tidak akan bisa hidup tanpa adanya Ibu bersama kami. Mengalahkan matahari dan intan permata yang mahal, Ibu merupakan harta terpenting yang kami miliki. Ibu selalu menemaniku selama aku pergi. Mengajariku tentang banyak hal, memberikanku semangat ketika aku merasa terjatuh dan memberikanku kehangatan dengan pelukan juga belaiannya yang lembut. Aku bahkan masih bisa mengingat dengan jelas, lagu yang selalu Ibu nyanyikan khusus untuk diriku ketika aku ingin tertidur. Doa-doa yang selalu ia ucapkan untukku dan juga seluruh keluarganya. Ibu juga merupakan Komandan pasukan di dalam Rumah, Ia menyusun acara untuk kami habiskan bersama keluarga dan seperti biasa baik Aku dan Ayah tidak dapat menolaknya. Kami menikmati banyak waktu bersama meskipun kami hanya bisa menghabiskan sedikit waktu di dalam kebersamaan kami.
Bagiku, Orang Tua adalah harta berharga setiap anak miliki. Seharusnya mereka bangga karena mereka masih memiliki orang tua yang menemani mereka. Karena masih ada orang tua yang memberikan kasih sayang kepada mereka.
Orang tua… adalah segalanya untukku dan itulah pengakuanku…

Selesai mengucapkan segalanya, semua siswa di dalam ruangan mendadak hening sejenak ketika mereka memikirkan perkataan yang disampaikan oleh Natsume, sang Guru tampak sangat kagum dengan ucapan Natsume barusan.

“Bagus sekali, Tn Sennen…” puji sang Guru “Itu karangan yang sangat indah dan juga begitu menyentuh…” tambahnya

“Itu bukan karangan…” sahut Natsume singkat sebelum beranjak pergi dan menduduki kembali tempatnya meninggalkan Guru yang masih belum mengetahui apa-apa itu

~End Lesson~

To The Beginning Chapter 3



III: The Untold Prophecy

Atem melangkah memasuki Altar Kuil dimana dihadapannya sudah berdiri sebuah patung besar yang terletang di tengah-tengah dengan berbagai ukiran di dinding sekitar patung itu berada. Dialah Dewa tertinggi yang dipuja di dalam Kuil ini, Sang pengetahu segala baik apa yang akan terjadi di masa depan atau yang sudah terjadi di masa lalu, Dia yang mengatur sebuah kehidupan dan kematian semua makhluknya, Dia yang namanya selalu diagungkan oleh semua yang ada di permukaan bumi—sang Pharaoh muda itu berlutut diatas sang Dewa dengan rendah hati.

Sinar matahari yang perlahan menyinari patung tersebut membuat patung yang terbuat dari emas murni itu bersinar dan bukan hanya itu saja—layaknya kekuatan, sinar matahari itu adalah pembawa utusan untuk disampaikan kepada Dewa.

Wahai Pharaoh muda…
Kedatanganmu adalah sesuatu yang sudah direncanakan olehku sendiri di waktu yang lampau, Kau telah terpilih menjadi tumpuan seluruh Masyarakat dan juga Kami para Dewa…
Jangan kau melupakan siapa dirimu, Karena mulai saat ini berbagai rintangan kehidupan sudah menunggumu… Jangan sampai kau tertelan kegelapan yang tersembunyi di dalam rintangan kehidupan itu…
Kegelapan di Dunia ini sudah sangat meningkat membentuk sebuah ikatan yang bahkan kami para Dewa tidak dapat menghentikannya—hanya jiwa murni dan keinginan yang kuat yang bisa menetralisir semua energi Negatif itu dan mengembalikan semuanya kembali ke asalnya…
Kau tidak akan bisa melakukannya sendirian…
Kau tidak bisa jika hanya bergantung pada dirimu sendiri…
Tapi jangan berkecil harapan dengan semua ini… Kau tidak akan sendirian menghadapi semua ini, aku sudah mengutusnya sejak lama untuk mencari dirimu dan saat ini kau sudah bertemu dengannya… dialah utusan itu… dialah yang akan membantumu di dalam jalanmu…
Wahai Pharaoh ingatlah…
Keberadaanmu sama dengan Keberadaan Dewa di permukaan bumi ini, kau yang memegang kekuatan yang setara dengan para Dewa…
Masa Depan semua ini hanya akan berada di dalam tanganmu seorang, Kau yang akan memilih jalanmu sendiri…
Maka dari itu…
Jangan sampai kau membiarkan kegelapan memasuki ruang hatimu yang terdalam… semuanya akan  berakhir jika serpihan kegelapan itu merajarela dengan bebas…
Inilah tugasmu, Wahai Pharaoh…

Suara misterius itu menghilang meninggalkan semuanya seperti semula, Atem perlahan membuka matanya dan beranjak berdiri dari posisi sebelumnya hanya untuk memandangi sekitar altar. Ia memang sudah mendengar suara itu—tapi apa maksud dari ucapan yang dikatakan oleh suara itu? Masa Depan berada diatas tangannya dan dialah yang akan menentukan segalanya suatu saat nanti? Dan seorang utusan itu… Apa dia adalah sosok bertudung misterius itu?

Atem melangkah pergi meninggalkan altar kuil untuk kembali ke tempat dimana kudanya berada, ia melewati beberapa pilar besar yang megah menjulang tinggi disekitar jalan di depan kuil. Mata Crymsonnya mungkin menatap lurus ke depan, tapi pemikirannya sedang berada di tempat lain. Siapa sebenarnya orang itu dan apa dia ada kaitannya dengan utusan yang dikatakan suara barusan? Terlebih lagi orang itu memiliki kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh seorang manusia biasa, ia bisa mengalahkan kelompok perampok itu dalam sekali serangan dan dengan mudahnya mengobati luka yang ada di sekujur tubuhnya… 
 Atem menghela napas sambil memijit kepalanya, ini benar-benar membuatnya bingung sekaligus penasaran.

Tep…

Atem menghentikan langkahnya dan mengangkat wajahnya melihat sekeliling, ia merasakan seseorang yang berada di tempat ini selain dirinya—ia merasa sesuatu yang ada di sekitar sini sedang mengawasinya. Mata Crymsonnya itu memandangi sekitarnya tidak mendapati keberadaan seseorang, merasa terlalu berpikir berlebihan Atem menghela napas kemudian melanjutkan langkahnya kembali ke kuda miliknya.

Someone’s P.O.V

Sepertinya Pharaoh sudah selesai dengan tujuannya di dalam kuil—tapi sepertinya ia kelihatan memikirkan sesuatu dengan raut muka yang serius itu. Aku berpikir mungkin ia sedang memikirkan kejadian kemarin malam, tapi mungkin ada hal lain yang saat ini ia pikirkan. Syukurlah dia baik-baik saja setelah semua yang terjadi kemarin malam—aku sudah menyembuhkan sebagian luka dan mengekstrak keluar racun menyusahkan itu dari tubuhnya, sepertinya kondisinya tidak mengalami masalah. Itu bagus…

Karena Pharaoh adalah harapan terakhirku berarti aku harus menjaganya kan? Kalau Pharaoh tidak ada mungkin aku juga tidak akan ada disini, Ah aku harus berterima kasih pada Dewa karena sudah dipertemukan dengannya. Mulai saat ini, mungkin opsi yang aku miliki hanya akan mengawasinya dari jarak ini.

Tidak masalah… Asalkan aku bisa melindunginya dari ancaman, bersembunyi di balik bayanganpun akan kulakukan.

Pharaoh sudah menaiki kudanya dan sepertinya aku juga harus pergi, Aku memastikan bahwa Pharaoh sudah lebih dulu pergi dengan kudanya sebelum aku bergerak dan mengikutinya. Bergerak di siang hari begitu menyulitkan dibandingkan di malam hari, aku tidak bisa bersembunyi dengan mudah karena sinar matahari menyinari segalanya yang ada di gurun. Pharaoh mungkin dengan mudah bisa menyadari keberadaanku jadi aku harus berhati-hati dalam melangkah dan mengintainya.

End P.O.V

Atem’s P.O.V

Setelah semuanya selesai begitu juga dengan kepentinganku di Kuil, aku menaiki kudaku untuk kembali ke Kota—entah kenapa rasanya sangat aneh…

Aku memang merasakannya, ada seseorang lain yang mengikutiku… Mungkin aku tidak melihatnya di Kuil, tapi aku yakin ada sesuatu yang masih mengikutiku sampai saat ini. Ditambah lagi aku mendapatkan ini terpasang di tali kekang kudaku sebelum aku menaikinya. Kalung yang diberikan gadis aneh yang kutemui di Kota… Kupikir aku sudah menghilangkannya karena kejadian kemarin, tapi nyatanya kalaung ini kembali lagi kepadaku.

Tidak mungkin kalung bisa bergerak sendiri dengan bebas kan?

Berarti hanya ada satu opsi yang memungkinkan, ini membuktikan bahwa selama perjalanan aku tidak seorang diri…

Apa mungkin Shimon mengirimkan beberapa pengawal Istana untuk mengikutiku? Kalau mereka memang pengawal Istana mungkin aku sudah menyadarinya sejak tadi. Tapi Shimon tidak akan mungkin melawan perintahku dengan mudah.

Aku menghela napas, “…Mungkin ada baiknya aku menyimpan semuanya untuk nanti…” gumamku pelan merasa terlalu banyak memikirkan sesuatu yang bukan-bukan seharian ini kemudian memandangi kalung yang ada di tanganku itu, entah kenapa meskipun tampak sederhana aku sangat menyukai kalung ini. Menggenggam kalung itu dengan kuat di tanganku, aku mempercepat langkah kudaku untuk kembali ke Kota sebelum malam datang.

End Atem’s P.O.V
~Kota~
Seperti yang diperkirakan Atem, Ia akhirnya kembali ke Kota sebelum malam tiba—para penduduk yang semula sibuk mengerjakan pekerjaan mereka kini berkerumunan di pinggir jalan sambil bersorak mengetahui Raja mereka kembali.

Atem hanya tersenyum tipis saja, Mereka menghormatinya sebagai Raja dan tentunya ia tidak ingin menghancurkan kepercayaan mereka padanya. Tentunya ia harus melindungi apa yang sudah menjadi kewajibannya, melindungi semua orang dan juga senyuman mereka.
Sesampai di Istana, Atem turun dari kudanya dan membiarkan beberapa pelayan mengurusi kudanya sementara dirinya sendiri hendak kembali ke Ruangannya berharap bisa beristirahat dengan tenang hanya untuk bertemu dengan Shimon di pertengahan jalan.

“…Pharaoh, akhirnya anda sudah kembali…” ucapnya dengan mata berkilat “Ayo, Para Dewan sudah menunggu di Ruang Tahta—mereka ingin membahas sesuatu denganmu Pharaoh…” tambahnya sambil menuntun Atem ke Ruang Tahta sementara Atem hanya menghela napas pelan—yah, sepertinya inilah awalnya menjadi seorang Pharaoh.

Only just the beginning…

To The Beginning chapter 2



II: Under The Moon and up Upon The Heaven Above

Setelah Acara penobatan itu, Atem kembali memasuki Istananya untuk mengurus sesuatu yang seharusnya ia lakukan setelah Acara selesai—Hal ini merupakan adat kebiasaan bagi para calon Raja baru untuk pergi melintasi lembah sungai nil dan mengunjungi kuil disana, Ini bertujuan untuk memperkenalkan siapa pewaris selanjutnya yang akan memimpin Negara…Pewaris yang sudah ditetapkan dalam lingkaran nasib yang dibuat oleh Para Dewa.

“Pharaoh—Tolong pikirkan situasi saat ini…” ucap Shimon yang ada disampingnya “Kalau anda pergi sendirian ke tempat itu—Bahaya akan mengancam perjalanan anda, mungkin ada baiknya anda membawa pengawal ikut serta selama perjalanan…” tambahnya menasihati

“…Kau sudah tahu apa keputusanku kan, Shimon” ucap Atem singkat

Shimon menghela napas sebelum kemudian mencoba berbicara lagi kepada Atem “Pharaoh, Sebagai Pemimpin baru seharusnya kau memikirkan situasi saat ini—Seharusnya kau bisa memikirkan cara alternative lain selain pergi kesana sendirian…”

“…Shimon, Aku akan baik-baik saja tanpa seorang pengawal—Aku bisa menjaga diriku sendiri, Lagipula ini salah satu tugasku sebagai Pharaoh baru untuk memperkenalkan dirinya di hadapan para Dewa di Altar Kuil…” sahut Atem sebelum kemudian menambahkan “Siapkan Kudaku… Aku akan berangkat setelah rapat di Ruang Tahta dengan para Petinggi Istana…”

Atem melangkah pergi meninggalkan Shimon yang masih berdiri diam dibelakangnya, Shimon hanya bisa menggelengkan kepala. Sebenarnya apa yang dipikirkan Atem berkelana ke kuil di lembah sungai nil sendirian tanpa seorang penjaga yang menemani dirinya?—banyak bahaya yang akan mengancamnya sebelum ia sempat sampai kesana, dan tentunya Shimon berusaha menghentikan pemikiran Atem yang keras kepala itu. Tapi apa yang bisa ia perbuat?

Pada akhirnya, Shimon berbalik dan melangkah pergi—Ia harus mempersiapkan kuda terbaik untuk perjalanan Pharaoh nanti.
~Throne Room~

“MENINGGALKAN ISTANA TANPA PENJAGAAN!!” seru para Petinggi Istana begitu mendengar apa yang diucapkan oleh Atem di Ruang Tahta “Tapi Pharaoh—!”

Atem beranjak dari kursinya, “Aku tidak membutuhkan pengawalan…” sahutnya sebelum kemudian meneruskan kembali “…Istana yang jauh lebih membutuhkan pengawalan dan peningkatan keamanan dibandingkan diriku…”

Salah satu dari para Petinggi berdeham “Pharaoh, Sebelum anda bisa sampai ke Kuil—“

“Aku sudah tahu itu…” jawabnya sambil menghela napas

“Lalu kenapa kau memaksakan diri untuk pergi kesana seorang diri Yang Mulia—Jika anda sudah menyadari bahaya yang ada di sana, ada baiknya anda membawa para prajurit saat perjalanan…” jelas salah seorang lagi

Atem menggelengkan kepalanya, “Aku sudah mengatakannya, Aku akan pergi kesana tanpa pengawalan…” ucapnya kemudian menatap Enam Pendeta yang ada di belakangnya “Seth, selama aku pergi aku menyerahkan pengawasan Kota kepadamu…”

Seth hanya mengangguk menyanggupi ucapan Atem, Ia tidak bisa memprotes lagi karena sepertinya para golongan orang tua yang berpengaruh di Istana juga tidak dapat membuat Atem mengubah keputusannya.

Atem menatap Mahaad, “Mahaad, Kau mengawasi keamanan Istana…” ucap Atem lagi
Mahaad hanya menundukan kepalanya, “Baik, Pharaoh…” ucapnya menyanggupi

“Dan Isis, Kau mengawasi kuil…” ucap Atem kepada Isis yang hanya mengangguk pelan, setelah semuanya selesai—Atem langsung melangkah keluar dari Ruang Tahta meninggalkan baik para Enam Pendeta dan para Petinggi Istana yang hanya bisa memandangi kepergiannya begitu saja.
Mereka tidak habis pikir—Sebenarnya apa yang dipikirkan sang Pharaoh sampai berpikir nekat seperti ini…

~Palace Stable~

Atem kini menghampiri Shimon yang sudah berdiri disamping Kuda Putih besar yang tampak sangat gagah—terlihat Shimon sedang membelai pelan punggung kuda tersebut. Kuda putih tersebut hanya melenguh pelan sebelum kemudian ia melangkah maju menghampiri Atem seakan sudah mengenalinya sejak lama, kuda tersebut meringkik pelan dihadapan sang Pharaoh yang kemudian mengelus kepala kuda tersebut dengan kasih sayang.

“…Jadi anda akan berangkat sekarang, Pharaoh?” tanya Shimon

Atem mengangguk kemudian menaiki kuda putih tersebut, “Mungkin aku akan kembali setelah 6 hari perjalanan…” ucap Atem mengawali “Shimon, Aku ingin kau menggantikan posisiku sementara aku pergi…”

“Dimengerti, Pharaoh… Semoga perjalan anda berjalan lancar…” ucap Shimon

Atem menunggangi kudanya melewati gerbang Istana meninggalkan Shimon beserta para pengawal penjaga yang menatapi kepergian sang Pharaoh tersebut. Terlihat para penduduk Kota yang sudah mengetahui tetang kepergian Pharaoh berbaris di pinggir jalan, mereka mendoakan agar sang Pharaoh muda selamat sampai tujuan dan semoga berkat Dewa selalu ada bersamanya dan melindunginya selama perjalanan.

Tiba-tiba di pertengahan jalan Kota dimana Atem menunggangi kudanya…

Sesosok tiba-tiba keluar dari barisan para penduduk dan terjatuh tepat di tengah jalan, mungkin ia ingin keluar dari kerumunan tersebut tetapi ia malah terdorong begitu jauh sehingga ia terlempar hingga ke tengah-tengah jalan dimana Atem sedang melintas. Sosok yang menggunakan tudung yang panjang berwarna coklat menutupi wajahnya, Ia melihat kearah kuda sang Pharaoh yang hampir mendekat kearahya.

Atem yang melihat hal itu langsung menghentikan kudanya dan beranjak turun, sepertinya orang tersebut tampak kesusahan setelah terjatuh barusan—sang Pharaoh menghampir sosok tersebut.

“…Kau tidak apa-apa?” tanya Atem pelan berusaha membantunya berdiri dengan mengulurkan tangannya

Sosok itu memandangi Atem sejenak sebelum ia menundukan wajahnya ke bawah, tangannya dengan ragu meraih uluran tangan sang Pharaoh tersebut. “…Maaf sudah membuat perjalanan anda terganggu, Pharaoh…” ucapnya

Atem hanya memandanginya sambil melihat tangan mungil yang menggenggam tangannya—Ia seorang wanita?

“…Tidak apa-apa, Tidak jadi masalah besar…” ucap Atem memperhatikan dengan sejenak sebelum kemudian, mata Crymsonnya menoleh kepada sesuatu yang ada di hadapannya, tangan itu menyerahkan sesuatu kepadanya “Apa ini…?” tanya Atem sambil menaikan alis heran melihat benda yang menyerupai kalung itu, tetapi dengan manik-manik aneh yang menghiasinya

“…Itu Jimat untuk menjaga Pharaoh…” ucapnya dengan suara lembut sebelum membungkukkan tubuhnya 
“Maaf, kalau hamba mengatakan sesuatu yang aneh…” ucapnya mengoreksi diri

Atem tersenyum kecil kemudian mengantungi pemberiannya, “Terima kasih atas pemberianmu—Aku sangat menghargainya…” ucap Atem sebelum kemudian melangkah pergi kembali menunggangi kudanya meninggalkan Kota, meninggakan sosok yang menggunakan tudung itu di belakang menatapi kepergiannya.

Setelah pemahkotaan, Sang Pharaoh yang telah terpilih pengganti Pharaoh sebelumnya akan melangkahkan kakinya di depan Altar Kuil yang suci.
Memperkenalkan dirinya sebagai penerus baru kekuatan yang sudah diakui kepada para Dewa, mengisi kembali lingkaran kehidupan sudah di tentukan—sang Pharaoh akan diperkenalkan kepada DIA yang akan memberinya berkat.
Berkat untuk mendapatkan kekuatan yang sudah diwariskan oleh para Dewa, kehidupan yang kekal dan kebijakan yang nyata untuk kembali meneruskan apa yang sudah di titahkan kepada-Nya.
Oh, Pharaoh…
Putra RA yang sudah terpilih…
Datanglah kepadaku,
The Lord of two lands, The high priest of every temple…

Membutukan waktu 2 hari untuk bisa sampai ke Lembah sungai Nil dan Atem tahu itu, Ia menunggangi kudanya seharian tanpa istirahat—panasnya sengatan Matahari di siang hari tidak membuatnya berhenti begitu saja, Ia tetap melaju menuju tempat tujuannya.

Ia melintasi padang gurun yang sangat luas, Atem hanya akan beristirahat ketika badai pasir datang—selain itu ia tidak ingin membuang lebih banyak waktu lagi untuk beristirahat. Dinginnya padang pasir dimalam hari mungkin dapat membuat orang mati kedinginan, tapi Atem sama sekali tidak memperdulikannya.

Ketika tujuannya sudah semakin dekat…

“Turun dari kudamu…” ucap salah seorang yang memakai jubah dan tutup kepala misterius kepada Atem
Atem tidak mengengarkan perintahnya dan malah melangkah maju sampai pada akhirnya sesuatu dengan cepat melesat hendak mengenai dirinya—untungnya Atem yang memiliki daya reflex yang bagus segera menghindar. Sesaat berikutnya, sesuatu yang sama juga mengenai kuda yang ditungganginya membuat kudanya tersebut meringkik kesakitan hingga terjatuh.

“Sudah kubilang sebaiknya kau menurut kepadaku kalau kau tidak mau mati di gurun ini…” sahutnya lagi sambil menunjukkan pedang yang ada di genggamannya

“Kau.. Perampok Gurun Pasir…” gumam Atem bangkit berdiri dari posisi sebelumnya memandangi orang tersebut

Orang tersebut tertawa pelan memandangi Atem “Lucu sekali—Apa baru kali ini kau melihat Perampok Gurun di tempat seperti ini? Pakaianmu bergaya juga ternyata—Kalau kau tidak mau mati disini, lebih baik segera kau serahkan permatamu itu padaku…”

Dengan santainya Atem menjawab, “Aku tidak berminat memberikan apapun padamu…” ucapnya
“Hoh—Berani sekali kau menentangku…” ucapnya dengan nada sarkastis sebelum kemudian beberapa orang yang diduga adalah teman-temannya keluar dari persembunyian di balik bayang-bayang, mereka tampak bersenjata dan berbahaya “Sepertinya kita punya mangsa empuk kali ini Teman-Teman…” ucapnya memulai

Dan setelahnya, mereka mulai menyerbu Atem—dengan cepat Atem langsung meraih pedang yang berada di sisinya dan menangkis serangan pertama yang dilakukan para perompak gurun tersebut. Mereka merupakan orang-orang yang berbahaya dan paling ditakuti di gurun pasir ini, ditambah lagi mereka sudah banyak memeras dan membunuh siapa yang melintasi wilayah mereka.

Sebagai seorang Pharaoh tentunya Atem sudah diajarkan ilmu berpedang dan bela diri saat Pelatihan di Istana—Ia terlihat begitu santai menghadapi serangan para perampok tersebut dengan kelihaiannya memainkan pedang tetapi sehebat-hebatnya seorang Pharaoh, Ia hanya seorang diri menghadapi musuh yang kira-kira berjumblah 15 orang ini. Sementara pikiran Atem terfokus menghadapi lawannya, para perampok yang lain mengambil busur dan menembaki sang Pharaoh tersebut.

JLEB!

Panah tersebut tepat mengenai pergelangan kaki Atem membuatnya kehilangan keseimbangan—lawannya menggunakan kesempatan tersebut untuk menyerang sang Pharaoh, tetapi Atem langsung menangkis serangannya membuat pedang itu terhempas jauh. Atem menarik panah yang sudah melukainya tersebut kemudian  perlahan bangkit berdiri, tetapi belum sempat ia membalikan tubuhnya, panah lainnya kini mengenai dirinya disertai dengan serangan terus menerus yang dilakukan para perompak lainnya demi menumbangkan sang Pharaoh tersebut.

Situasi Atem saat ini sangat terdesak dengan dirinya yang sudah terluka disana-sini tetapi masih bisa bertahan menghadapi kini gerombolan para perompak yang mengelilinginya. Situasi semakin memburuk ketika tubuhnya serasa mati rasa kemudian terjatuh diatas dinginnya pasir, jemarinya serasa kaku dan tidak bisa bergerak, dan penglihatannya yang semakin memburam. Jangan-Jangan…

“Hahahaha… Akhirnya racun itu bergerak juga…” tawa salah satu dari mereka puas

“Tunggu apalagi, Kita habisi nyawanya disini kemudian ambil seluruh perhiasan dan barang berhaga yang ia bawa…” perintah yang lainnya

Mereka yang hendak melakukan serangan untuk membunuh Atem, tiba-tiba saja…

CRASH!

JLEB!

Dengan seketika layaknya hembusan angin, kelompok para perampok tersebut mendapatkan serangan yang tidak terduga membuat semuanya kini bergelimpangan diatas tanah tidak berdaya. Sepertinya sesuatu baru saja menebas mereka dengan gerakan yang sangat cepat. Atem yang menyaksikan hal tersebut hanya bisa tercengang sebelum kemudian memaksakan dirinya untuk segera bangkit hanya untuk melihat samar samar sebuah sosok yang berdiri jauh di depannya, sosok yang berdiri di bawah sinar bulan yang menyinarinya—mata peraknya memandanginya, senyuman kecil muncul di wajahnya yang samar-sama terlihat.

“Cahaya harapan—Tidak akan kubiarkan kau mati…” ucapnya dengan suara pelan “Aku akan melindungimu…” tambahnya lagi

“…Kau” ucap Atem memulai kini merasa sulit untuk memfokuskan penglihatannya—tubuhnya terasa sakit dan kaku tidak dapat bergerak, sebelum matanya menutup rapat Atem melanjukan kembali perkataannya “…Siapa…”

Sosok itu perlahan mendekati Atem yang sudah tidak sadarkan diri—Mungkin karena efek dari racun yang sudah menyebar luas di dalam tubuhnya, Ia perlahan memangku Atem di dalam pangkuannya dan meletakan tangannya di dada Atem kemudian ia membisikkan kata-kata yang sama sekali tidak dapat dideskripsikan  membuat sesuatu yang berada di dalam dirinya bersinar dan menyelimuti keduanya.

“Ngh…” Atem perlahan membuka matanya—ingatan yang terjadi di malam itu membuat Atem tersadar sepenuhnya membuatnya langsung terlonjak untuk segera bangun. Tetapi ia sama sekali tidak merasakan sakit akibat pertempuran malam itu, Atem memandangi tubuhnya dimana tidak ada lagi bekas-bekas luka ataupun goresan yang diakibatkan oleh pertempuran tersebut. Semuanya sembuh dengan begitu saja? Tidak mungkin semua ini bisa terjadi kan?

Atem memandangi sekelilingnya, Kudanya masih berada di sampingnya—tetapi gurun pasir itu sudah sepenuhnya berubah dengan pemandangan kuil yang berada tepat di hadapan Atem. Sejak kapan ia sudah berada di tempat ini?

Cahaya harapan—Tidak akan kubiarkan kau mati… Aku akan melindungimu…

Atem mengernyitkan alis ketika kata-kata itu terdengar kembali di telinganya, Apa maksudnya dengan Cahaya Harapan? Ditambah lagi—Siapa dia sebenarnya? Mata perak yang bersinar dibawah sinar bulan itu…

Atem perlahan bangkit dari posisinya dan meneruskan perjalanannya—Ia sama sekali tidak memperhatikan kalung yang sempat ia terima waktu di Kota tadi kini tergeletak begitu saja diatas pasir ataupun sebuah tangan mungil yang memungut kembali kalung tersebut dan membawanya pergi…

“Pharaoh… Semoga Dewa selalu memberkati dirimu pada setiap langkah dan keputusan yang kau pilih…” ucapnya samar-samar “…Wujudkanlah, Mimpi setiap orang…” tambahnya lagi sebelum kemudian sosok tersebut kembali menghilang bersamaan dengan angin kencang yang berhembus.

奇麗な月の光は
ただ静かに
始まりへ朽ちて行くよ
閉ざされた憧れは
まだ遠くへ
闇の中

The beautiful light of the moon…
Simply erodes quietly to the beginning…
My locked away desire…
Is still far away…
Within the darkness…