Chapter
1: The Investigate
21 June, 2019 Domino, Japan
Tak terasa tahun memang cepat berganti seiring berjalannya
waktu, tidak ada yang menyadari kenapa demikian—kenapa waktu bisa dengan
cepatnya datang dan berlalu begitu saja membuat semuanya terasa begitu klise.
Tahun ini secara bersamaan juga merupakan awal tahun dimana para pelajar
memasuki tahun ajaran baru mereka di sekolah. Tampak deretan para orang tua
yang hadir menemani para anak-anak SD memasuki sekolah baru mereka dan juga
tampak barisan rapi para siswa yang kini tengah bersiap untuk meghadiri upacara
pertama mereka dihari pertama memulai karir di sekolah.
“Wah—Sudah ngak terasa kita semua jadi murid SMA
tahun ini~” ucap sebuah suara yang berasal dari gadis berambut coklat pendek
dengan kulit Tan manis juga mata biru yang cemerlang pada gadis yang hampir
sama dengan dirinya tetapi memiliki kulit yang putih pucat yang adalah
kembarannya sendiri
“Iya~” sahut gadis berkulit putih itu semangat,
namanya adalah Anzu Mazaki dan disampingnya adalah tidak lain dari Tea Gardner
kakak kembarnya sendiri “Aku tidak sabar melihat upacara penerimaan murid baru!
Katanya Yami yang menjadi perwakilan dari angkatan kita tahun ini~” tambahnya
lagi
“Kau ini terlalu, Anzu~ bilang saja kau ingin dapat
kursi paling depan untuk melihat Yami membacakan pidatonya itu…” sindir seorang
gadis cantik yang tiba-tiba mengikuti mereka, rambutnya perak sepunggung dengan
mata emerald yang berkilauan—Miho Tanimura adalah namanya
Anzu mengembungkan pipinya sebal “Kau sendiri… Kau
juga datang karena ingin melihat Bakura kan? Nee?” tambah Anzu menimpali
Miho menyilangkan tangannya di dada “Tidak—Siapa
yang bilang aku datang hanya untuk melihat Bakura-si-es itu~ Aku hanya ingin
menghadiri Upacara penerimaan pertamaku” bantah Miho angkuh
Tea hanya menghela napas kemudian mengangkat bahu
“Sudah-Sudah… Kalian mau bertengkar sampai kapan? Kalau tidak cepat-cepat kita
bisa ketinggalan acaranya di ruang Aula…” ucapnya memperingati sebelum
pertengkaran diantara Anzu dan Miho bertambah sengit
“AH!! KAMI HAMPIR LUPA!!” seru keduanya sebelum
kemudian berlarian menuju Aula tidak mau tertinggal apalagi sampai kehabisan
tempat duduk VIP paling terdepan dari semua kursi yang ada meninggalkan Tea
yang hanya melangkah dengan pelan menyusul keduanya dari belakang.
~The
School Hall~
“…Sepertinya, waktu memang terasa begitu cepat
berlalu ya…” ucap Rebecca Hawkins, gadis berkacamata memiliki rambut pendek
dengan mata emeraldnya kini sedang duduk di salah satu kursi yang disediakan
bersama seorang temannya yang juga memiliki rambut bergelombang berwarna pirang
dengan mata Violet yang menawan.
Mai Valentine, sahabat Becca hanya bisa mengangguk
menyetujui ucapan temannya tersebut dengan mata yang focus menuju ke depan
dimana Kepala Sekolah masih mengucapkan pidatonya yang sangat-sangat-SANGAT
panjang itu. “Yah—Kau mau bilang apa lagi, Becky~ Kita tidak bisa mengulang
waktu yang berlalu hanya untuk membuatnya kembali lagi seperti awal yang kita
inginkan…”
Rebecca mengangguk menyetujui sambil tersenyum
“Asalkan seperti ini dan menikmati semuanya bersama aku tidak keberatan kok~
Kita harus selalu bersama, Mai… Tahun senior ini pasti bisa kita lewati dengan
masa-masa yang indah…” gumamnya bersemangat
“Aku setuju dengan perkataanmu~” ucap Mai mengangguk
setuju
Sementara keduanya sedang asyik megobrol—Jauh di
depan mereka kini duduk 5 orang wajah tampan yang emnjadi pusat perhatian para
gadis, dilihat dari wajah yang cocok menjadi model bahkan actor terkenal
sekalipun ditambah dengan tubuh maskulin yang terlihat atletis dan gagah
perkasa layaknya seorang pangeran di tokoh-tokoh cerita dongeng ditambah
senyuman yang menggoda itu dapat mengikat banyak sekali para wanita hanya
dengan melihatnya. Yupe, siapa lagi mereka kalau bukan Atem Sennen, Bakura
Ishigami, Seto Kaiba, Marik Ishtar dan Yami Sennen yang terkenal sejak mereka
SMP itu. Mereka adalah 5 cowok terpopuler di sepanjang sekolah dapat
melihatnya—Siapa yang dapat menandingi mereka yang begitu sempurna dan pemikat
gadis itu? Pastinya tidak aka nada yang bisa…
“Cih—Si gendut itu masih belum puas juga berbicara…”
dengus Bakura kesal sambil memandang kepala sekolah yang berpostur gendut itu
dengan tatapan tajam seakan kalau ia masih belumjuga mengakhiri pidatonya
sekarang dan saat ini juga ia akan mendapat sebuah lemparan kursi gratis tepat
mengenai wajahnya.
Atem pemuda
berkulit Tan dengan mata Crymson yang mempesona ditambah dengan gaya rambut
uniknya berbentuk bintang hanya bisa memutar bola matanya sebelum kemudian
memijit pelipis kepalanya.
“Kau tidak apa-apa, Kak?” tanya Yami melihat Atem
yang sepertinya tengah menahan sedikit sakit dikepalanya
Seto hanya berdeham “Mungkin Anemianya kambuh
lagi—Kau pasti sudah tahu itu kan, Yami…” ucap Seto kemudian memandang Atem
“Sudah pasti kau melakukan pekerjaan berat sampai-sampai Anemia-mu kambuh lagi, huh Sepupu…” tambah Seto
Atem menghela napas “Haah… Tidak usah dipikirkan,
kepalaku cuma sedikit pusing saja—Mungkin gara-gara terlalu banyak belajar saat
ujian masuk membebani sedikit pemikiranku..” sahut Atem dengan tenang
Marik dilain pihak langsung mengoceh “…Tidakkah
kalian berpikir kalau ini aneh…” gumamnya tiba-tiba mendapat tatapan heran dari
keempat orang disekitarnya “Maksudku, kita sering kali terkena Anemia paling sedikit tiga kali dalam
satu bulan atau mungkin bisa lima hari dalam satu minggu—Apa ini membuktikan…”
Yami menaikan alis heran “Apa maksudmu? Bukankah
mederita Anemia itu wajar saja,
lagipula kita memang sering pusing karena kita memang kekurangan asupan darah—somewhat like that…” ucap Yami
menjelaskan berpikir secara logika
Bakura yang keburu penasaran malas berpikir atau
merasionalisasikan perkataan yang diucapkan Yami langsung menyeletuk begitu
saja “…Jadi kau bilang kita itu lemah, huh?” ucapnya tidak terima
Marik tanpa dosanya hanya menyengir di hadapan
Bakura sambil menggaruk-garuk kepalanya “Well—Apalagi yang kau pikir di otakmu
itu Kura-Kura, Apa kau tahu penyebab penyakit Anemia yang selalu menyerang kita berlima ini, huh?”
“Jangan berusaha membuatku berpikir secara
logika—kau dan aku tahu kita berdua sama-sama idiot disini! Lebih baik emnggunakan cara kekerasan daripada
menggunakan otak…” celetuk Bakura ngak sadar dia juga udah menghina dirinya
sendiri saat itu
Seto hanya berdeham “Hentikan adu mulut kalian yang
percuma itu sebelum kita mendapat masalah dari si Kepala Sekolah…” sahut Seto
datar dan santai tidak ingin terlibat dalam segala macam masalah yang
dilibatkan dengan Bakura dan Marik saat itu
“Cih biarkan saja si Gendut bodoh itu, Aku bisa
mengatasinya dengan sekali serang kalau dia menantangku secara langsung face to face sekarang juga…” sahut
Bakura berlagak menantang
“Seto benar, sebaiknya kalian berdua bersikap baik
setidaknya selama hari pertama di sekolah ini…” ucap Atem beranjak berdiri dari
kursi tempatnya duduk “Kupikir aku harus pergi ke UKS sekarang…” tambahnya
Yami mengangguk kepada Atem sambil memberikannya
tatapan ‘hati-hati-di-perjalanan’ sementara Atem hanya bergumam kecil seakan
mengerti apa maksud dari tatapan Yami tersebut perlahan meninggalkan barisan
kursinya untuk keluar ruangan tetapi sesaat terhenti ketika sebuah tangan
mencegah gerakannya. Atem menoleh mendapati Tea menggenggam lengan baju Atem
mencegahnya untuk bergerak sedikit dengan mata biru yang menatapnya penasaran.
“Kau mau kemana disaat seperti ini, Atem?” tanya Tea
sedikit cemas
Atem hanya tersenyum memandangi gadis itu, Tea dan
Anzu, mereka berdua saudara kembar sama seperti layaknya ia dan juga
Yami—mereka memiliki banya ksamaan ditambah lagi mereka juga adalah teman akrab
semasa SMP dulu, Jadi wajar saja mereka kelihatan sangat akrab satu sama lain
dan bahkan ada pula yang menyangka keduanya adalah sepasang kekasih—Are they really?
“Aku pikir aku harus ke Ruang Kesehatang sekarang…”
ucap Atem menjawab pertanyaan Tea sambil menurunkan lengan gadis itu dari lengannya
dengan lembut
Tea tetap menatapnya khawatir layaknya ia sudah tahu
apa yang kini terjadi pada Atem “Perlu kutemani kesana?—Kau pasti merasa pusing
saat ini kan? Kalau tidak ada yang menemani kau mungkin bisa—“ ucapan
“…Aku baik-baik saja, lagipula hanya sedikit pusing
saja…” ucap Atem memotong perkataan Tea sebelum kemudian beranjak pergi
meneruskan langkahnya meninggalkan ruangan meninggalakan Tea yang masih
memandangi kepergiannya dengan raut wajah khawatir, sementara disampingnya
terlihat kali ini Anzu dan Miho sedang bercanda dengan Bakura dan juga Yami
yang tepatnya duduk di depan mereka sepertinya membicarakan sesuatu yang
menarik sehingga membuat Bakura naik turun emosi mengikuti arah ucapan-ucapan
tersebut.
~School
Hall~
Atem melangkah dengan sedikit kesusahan menuju Ruang
Kesehatan yang masih sedikit agak jauh dari lorong yang ia lalui—Kepalanya
serasa berkunang-kunang tidak menentu arahnya dan pandangannya sangat buram
saat ini, dipikirannya adalah ia harus segera meminta petugas Kesehatan untuk
mentransfusikan darah untuknya, darah, darah, darah, dan darah entah kenapa
demikian ia juga tidak mengerti, dengan langkah yang ling-lung Atem berusaha
keras berjalan menuju Ruang Kesehatan.
Grek!
Grek! Grek!
Begitu sampai di Ruang Kesehatan, dengan tenaga yang
tersisa Atem membuka pintu hanya untuk mendapati sang petugas kini tengah
menghampirinya yang sudah seperti seorang sekarat yang sangat
memprihatinkan—Petugas Kesehatan itu langsung memapah Atem menuju tempat tidur
terdekat sebelum kemudian membaringkannya membiarkannya beristirahat.
“Apa yang terjadi?—Dimana yang sakit?” tanya Petugas
Kesehatan yang mengenakan tanda nama Yuki Chiaki itu kepada Atem yang terlihat
terengah-engah sambil menutupi kedua matanya
“…T-Transfusi…” gumamnya pelan kepada si Petugas
yang kini masih menatapnya dengan heran “… Aku butuh… Transfusi darah…” ucapnya
memperjelas
Mendengar hal itu Yuki langsung siap siaga dan
mengambil alat-alat yang diperlukan untuk melakukan Transfusi darah kepada Atem
sebelum kemudian kembali lagi ke tempat Atem terbaring lupa menanyakan sesuatu
kepadanya “Apa golongan darahmu kalau boleh aku tahu?” ucapnya sambil mengecek
box yang berisi persediaan darah yang dimiliki oleh Ruang kesehatan
Atem berpikir sejenak sebelum menjawab “… Golongan
A…” ucapnya sambil berusaha bernapas semaksimal mungkin
“B—Baiklah, Bertahanlah sebentar, aku perlu beberapa
waktu untuk Transfusi…” ucap Yuki panic karena baru kali ini ia mendapati
pasien yang menderita Anemia karena
sangat jarang murid-murid disini memiliki penyakit Anemia seperti itu.
Setelah persiapan selesai dan kini menyambungkan
kemasan darah dengan selang yang sudah disalurkan di dalam aliran darah Atem,
Yuki melakukan tugasnya dengan memperhatikan kondisi tubuh Atem yang sebelumnya
mulai kritis tetapi begitu ia mendapatkan darah dari Transfusi, tubuhnya
seakan-akan kembali pulih bertenaga entah apa yag terjadi, dari gerakan
napasnya terlihat sangat normal dibandingkan sebelumnya dan juga kini tubuhnya agak
sedikit relax dibandingkan sebelumnya ayng menjadi tegang dan sedikit
kejang-kejang. Ini aneh—Tapi belum sepenuhnya aneh…
“Jadi—Kau sering terkena Anemia seperti ini?” tanya
Yuki sedikit mencari tahu
Atem menghela napas “…Semacam itulah, entah kenapa sejak
SMP penyakit Anemia itu selalu kambuh
dan menyerangku… Bahkan petugas Keseatan di Sekolah yang dulu harus menyiapkan
cadangan darah hanya untuk kami berlima yang menggunakkannya…” jawab Atem
Yuki menaikan alis heran “Kami—Berlima?” gumamnya
tidak mengerti kemudian mengangkat bahu “Well—Aku tidak terlalu mengerti dengan
hal aneh seperti ini, tapi apa kau terlalu lelah atau melakukan sesuatu yang
berat akhir-akhir ini?”
“…Tidak juga, Yang kulakukan hanya belajar saat
ujian masuk SMA—lagipula orang tua angkat kami juga tidak membiarkan kami
melakukan aktivitas terlalu berlebihan karena kondisi tubuh yang sering
mengalami dropdown seperti ini…”
tambah Atem lagi
Yuki mengangguk sedikit mengerti “Baiklah kau bisa
beristirahat disini sampai kondisimu membaik—Aku harus pergi ke Ruangan
penitipan untuk mengambil obat-obatan yang dikirim kesini…” ucapnya kemudian
sebelum melangkah pergi “Kau bisa mencabut sendiri selangnya kan?” tambahnya
menanyakan yang dijawab oleh anggukan dari Atem, kemudian Yuki-pun melangkah
pergi meninggalkan Ruang Kesehatan menuju Ruang Penitipan seperti apa yang ia
katakan pada Atem barusan—Tapi…
Yuki Chiaki, si Petugas Kesehatan itu malah pergi
kea rah berlawana sebelum ia berbelok ke kiri menuju Ruangan Penitipan menuju
Taman sekolah diamna tidak ada seorangpun yang ada disana kecuali dirinya, Ia mengeluarkan handphone dari saku seragam putih
miliknya kemudian menelepon seseorang.
“Bagaimana
dengan tugasmu?” ucap sebuah suara menjawab panggilannya merasa sudah
mengetahui apa yang ingin disampaikannya
Yuki
hanya tersenyum “Berjalan dengan sukses, sepertinya tidak terlalu berbahaya dan
sama seperti apa yang dikatakan dalam instruktur prosedur…”
“Kerja
bagus—Aku ingin kau mengawasi mereka berlima, sesuatu mungkin akan terjadi
mengingat ini belum benar-benar
berakhir begitu saja…” sahutnya
Yuki
mengangguk “Aku tidak mengerti sebenarnya seberapa parah yang bisa terjadi
kalau sampai mereka mengulangnya
sekali lagi saat ini—Maksudku, aku benar-benar tidka percaya mereka masih
terlihat sama sampai saat ini…”
“Jangan
meremehkan penelitian Yuki Chiaki, Tugasmu sangat penting disini dan aku
mengharapkan kerjamu yang bagus itu, dan untuk berjaga-jaga saja kita hanya
mengawasi mereka dari jarak seperti ini..” jelasnya
“Ada
hal yang kau sembunyikan huh, Aku bekerja secara professional disini—Aku butuh
informasi lanjut mengenai mereka semua… dan aku membutuhkannya sekarang, Apa
Organisasi memilikinya?”
“Kami
punya semuanya secara terperinci—Aku akan mengirimkan beberapa yang kau
butuhkan, semetara itu tetaplah menyamar dan bersikap biasa dan jangan
bertindak gegabah kalau tidak diperlukan Chiaki…”
“Yah—Yah…
Aku mengerti…”
Piip
Selesai menutup pembicaraan dan menaruh kembali handphone itu kedalam sakunya—Yuki
hendak kembali menuju Ruang Kesehatan untuk mengecek keadaan Atem sampai ia
berpapasan dengan seseorang yang entah siapa itu, seorang laki-laki yang
tiba-tiba saja melintas dan tanpa basa-basi lagi menyeringai kecil disampingnya
sambil berkata.
“War will
begin soon—Who will die and who will be stand dor the last… nobody can’t ever
changed the role now…” bisiknya
Mendengar hal itu membuat Yuki tersentak kaget
kemudian melirik kesampingnya untuk mencegat laki-laki itu ettapi percuma saja
karena laki-laki itu sudah menghilang dengan begitu cepatnya entah kemana—kini
Yuki menatap dengan heran, tubuhnya serasa aneh sekali seperti ia menyadari
bahwa sesuatu yang buruk mungkin cepat atau lambat akan terjadi, tapi apa
maksudnya ucapan tadi? Siapa yang akan memulai dan siapa yang akan bertahan
sampai akhir? Ini perang—Tapi perang antara siapa melawan siapa? Yang ia tahu
hayalah sebuah informasi yang menjadi panduannya selama ia menyamar menjadi
petugas disini. Dengan mempercepat langkahnya Yuki berjalan kembali menuju
Ruang Kesehatan sambil menggigit bibirnya ketakutan tidak jelas—ucapan tadi
seras meresap kedalam tubuhnya begitu saja dan membawa firasat buruk di dalam
pemikirannya. Ia harus mencari tahu ini…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar