Sabtu, 04 Mei 2013

To The Beginning, Prolog

The Ruins, Egypt 30.000 BC

To The Beginning
.
 ‘ Orang bijak berkata kepadaku; Jika ada seseorang yang telah memberikanmu sesuatu, Maka kau harus bisa membalas kebaikan-Nya itu suatu saat nanti… Karena dia sudah berjasa untukmu dan juga hidupmu, maka dari itu kau harus menyadarinya… Itulah Hukum yang berlaku’
Keajaiban…
Apakah di Dunia ini memang ada keajaiban…
Aku sudah sangat lelah—Lelah sekali menantikan sesuatu yang tidak mungkin bisa terjadi…
Dunia ini terlalu kejam… terlalu gelap dan dingin…
Aku ingin—merasakan cahaya matahari yang hangat, bukan panasnya kobaran api yang menyelimuti permukaan ini… Aku ingin mendengar kicauan burung di pagi hari menyanyikan lagu indah untukku, bukan jerit dan tangas para orang-orang yang ada di sekelilingku ini… Aku ingin mencium harumnya bunga-bunga bermekaran dan melihat padang bunga yang indah di bukit yang hijau, bukan mencium bau darah dan mayat-mayat yang membusuk diatas bukit kematian yang tandus…
Apakah di Dunia ini tidak ada tempat seperti itu?
Aku… Sudah… Lelah…
Tangan yang kaku itu perlahan mulai turun menyentuh tanah bersamaan dengan suara halus dari seseorang yang terjatuh diatas tanah yang sudah sangat hancur dan retak bersama dengan para orang-orang yang tidak sudah berdaya kini tergeletak disekelilingnya. Jerit dan Tangis memekakan seluruh telinga bersamaan dengan bunyi pedang yang menghunus sesuatu di depannya. Darah terus mengaliri tanah yang sudah hancur itu, memberikan warna merah pada tanah yang kecoklatan dengan bau amis yang sangat mencekat.
Semuanya kini diselimuti oleh lingkaran api yang sangat panas—Tidak ada yang bisa menyelamatkan diri, mereka semua akan mati di dalam sini bersama dengan semua yang ada… Harapan dan Doa yang selalu mereka ucapkan di dalam langkah mereka tidak terdengar sama sekali oleh para Dewa diatas sana, kenapa? Apa mereka sudah tidak peduli lagi dengan nasib semua yang ada disini? Apa mereka berpikir mati adalah salah satu cara untuk menghilangkan penderitaan ini?
Mata sayu itu memandangi langit merah kelam, serbuk-serbuk abu berterbangan menerpa dirinya yang terbujur kaku diatas tanah. Baju putih yang kini sudah berlumuran lumpur dan darah juga sudah tercabik-cabik di berbagai sisi dengan bekas luka memar disekujur tubuhnya yang mungil. Melihat dengan jelas penderitaan orang-orang yang berusaha menerpa kobaran api meskipun mereka tahu, mereka tidak akan selamat melainkan mati di dalam kobaran api tersebut. Isak tangis yang membuat telinga terasa sakit hanya dengan mendengarkannya saja. Sudah berakhir sampai disini… Ya, tidak ada yang bisa ia perbuat… Di Dunia ini, tidak akan pernah ada kedamaian abadi—Karena Manusia hanyalah makhluk egois yang hanya mengenal perang di dalam benak mereka, mereka tidak memikirkan apapun kecuali menang dalam pertempuran… mereka bahkan tidak peduli kalau yang mereka korbankan adalah orang-orang yang tidak berdosa seperti ini—mereka semua sudah dibutakan oleh kerakusan mereka akan kekuasaan… sungguh menyedihkan…
Setetes air mata mengalir membasahi pipinya… Ia tidak tahu sudah berapa banyak air mata yang mengalir hanya untuk menangisi nasibnya ini. Tapi semuanya akan segera berakhir kan? Sepertinya Ia hanya harus menunggu kematian saja… Ya, Mati dan mengakhiri semua rasa sakit ini… selamanya…
~Skip~
Roh Penjaga yang Agung… Pelindung semua makhluk yang diciptakan di muka bumi… Atas nama kekuatan tertinggi—Wahai Cahaya, datanglah kepadaku… Terangilah jalanku dan turutilah ucapanku…—
Cahaya yang cemerlang menyelimuti sekeliling, menerpa secara langsung sosok yang mengucapkan mantra tersebut—Tangannya terangkat keatas dengan ucapan yang terus menerus mengalir dari mulutnya, tak berapa lama kemudian Cahaya tersebut mulai pudar membentuk serpihan-serpihan kecil yang berjatuhan layaknya salju dengan warna emas yang memukau…
“Kurasa ini tidak akan berhasil…”
“Tidak—Ini harus berhasil! Aku tidak akan membiarkannya terjadi… Ini semua salahku!”
“Kau tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri, Ini bukan kesalahanmu…”
“Aku yang menyebabkan semuanya terjadi—Tapi aku… Tidak bias mempertanggung jawabkan apa yang sudah kulakukan dan ini semua terjadi karena kesalahanku…”
Ucapan demi ucapan terucap dari kedua orang yang saling beragumen itu, saling menyalahkan diri masing-masing atas semua yang telah terjadi, mengabaikan apa yang akan terjadi selanjutnya ketika jemari-jemari yang sudah membeku kaku itu mulai bergerak secara perlahan serta kelopak mata yang perlahan terbuka melihat langit biru yang sangat luas membentang di atas tempatnya terbaring. Bibirnya yang sudah kaku perlahan terbuka… berusaha menggerakan lidahnya untuk mengeluarkan suara dari dalam tenggorokkannya yang sudah kering itu… Ia mengangkat tangannya seakan ingin meraih awan yang melayang diatas sana…
“…Di…Mana…” ucapnya pelan sambil menggerakkan telapak tangannya perlahan
Kedua orang yang mendengar suara kecil itu menoleh kini mendapati sesuatu yang sangat mereka tidak percaya,…
Kupikir, kalau aku mati…
Aku bisa mengakhiri semua ini, Tapi kenyataannya…
Aku sama sekali tidak bisa mengakhiri semuanya dengan mudah dan pada akhirnya aku membuka mataku untuk yang kedua kalinya…
.
あと一度だけ奇跡は起こるだろう
優しい声で描く歪んだ未来
Ato ichido dake kiseki wa okoru darou
Yasashii koe de egaku yuganda mirai
もう誰も泣かない世界の為に
紅く汚された空の
何処にも届かず消える叫びと祈り
慰めは捨てて行ける
Mou dare no nakanai sekai no tame ni
Akaku kegasareta sora no
Doko ni mo todakazu kieru sakebi to inori
Nagusame wa sutete yukeru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar