The Ruins, Egypt 30.000 BC
To
The Beginning
.
‘ Orang bijak
berkata kepadaku; Jika ada seseorang yang telah memberikanmu sesuatu, Maka kau
harus bisa membalas kebaikan-Nya itu suatu saat nanti… Karena dia sudah berjasa
untukmu dan juga hidupmu, maka dari itu kau harus menyadarinya… Itulah Hukum
yang berlaku’
Keajaiban…
Apakah
di Dunia ini memang ada keajaiban…
Aku
sudah sangat lelah—Lelah sekali menantikan sesuatu yang tidak mungkin bisa
terjadi…
Dunia
ini terlalu kejam… terlalu gelap dan dingin…
Aku
ingin—merasakan cahaya matahari yang hangat, bukan panasnya kobaran api yang
menyelimuti permukaan ini… Aku ingin mendengar kicauan burung di pagi hari
menyanyikan lagu indah untukku, bukan jerit dan tangas para orang-orang yang
ada di sekelilingku ini… Aku ingin mencium harumnya bunga-bunga bermekaran dan
melihat padang bunga yang indah di bukit yang hijau, bukan mencium bau darah
dan mayat-mayat yang membusuk diatas bukit kematian yang tandus…
Apakah
di Dunia ini tidak ada tempat seperti itu?
Aku…
Sudah… Lelah…
Tangan yang kaku itu perlahan mulai turun menyentuh
tanah bersamaan dengan suara halus dari seseorang yang terjatuh diatas tanah
yang sudah sangat hancur dan retak bersama dengan para orang-orang yang tidak sudah
berdaya kini tergeletak disekelilingnya. Jerit dan Tangis memekakan seluruh
telinga bersamaan dengan bunyi pedang yang menghunus sesuatu di depannya. Darah
terus mengaliri tanah yang sudah hancur itu, memberikan warna merah pada tanah
yang kecoklatan dengan bau amis yang sangat mencekat.
Semuanya kini diselimuti oleh lingkaran api yang
sangat panas—Tidak ada yang bisa menyelamatkan diri, mereka semua akan mati di
dalam sini bersama dengan semua yang ada… Harapan dan Doa yang selalu mereka
ucapkan di dalam langkah mereka tidak terdengar sama sekali oleh para Dewa
diatas sana, kenapa? Apa mereka sudah tidak peduli lagi dengan nasib semua yang
ada disini? Apa mereka berpikir mati adalah salah satu cara untuk menghilangkan
penderitaan ini?
Mata sayu itu memandangi langit merah kelam,
serbuk-serbuk abu berterbangan menerpa dirinya yang terbujur kaku diatas tanah.
Baju putih yang kini sudah berlumuran lumpur dan darah juga sudah
tercabik-cabik di berbagai sisi dengan bekas luka memar disekujur tubuhnya yang
mungil. Melihat dengan jelas penderitaan orang-orang yang berusaha menerpa
kobaran api meskipun mereka tahu, mereka tidak akan selamat melainkan mati di
dalam kobaran api tersebut. Isak tangis yang membuat telinga terasa sakit hanya
dengan mendengarkannya saja. Sudah berakhir sampai disini… Ya, tidak ada yang
bisa ia perbuat… Di Dunia ini, tidak akan pernah ada kedamaian abadi—Karena
Manusia hanyalah makhluk egois yang hanya mengenal perang di dalam benak
mereka, mereka tidak memikirkan apapun kecuali menang dalam pertempuran… mereka
bahkan tidak peduli kalau yang mereka korbankan adalah orang-orang yang tidak
berdosa seperti ini—mereka semua sudah dibutakan oleh kerakusan mereka akan
kekuasaan… sungguh menyedihkan…
Setetes air mata mengalir membasahi pipinya… Ia
tidak tahu sudah berapa banyak air mata yang mengalir hanya untuk menangisi
nasibnya ini. Tapi semuanya akan segera berakhir kan? Sepertinya Ia hanya harus
menunggu kematian saja… Ya, Mati dan mengakhiri semua rasa sakit ini…
selamanya…
~Skip~
“Roh Penjaga
yang Agung… Pelindung semua makhluk yang diciptakan di muka bumi… Atas nama
kekuatan tertinggi—Wahai Cahaya, datanglah kepadaku… Terangilah jalanku dan
turutilah ucapanku…—“
Cahaya yang cemerlang menyelimuti sekeliling,
menerpa secara langsung sosok yang mengucapkan mantra tersebut—Tangannya
terangkat keatas dengan ucapan yang terus menerus mengalir dari mulutnya, tak
berapa lama kemudian Cahaya tersebut mulai pudar membentuk serpihan-serpihan
kecil yang berjatuhan layaknya salju dengan warna emas yang memukau…
“Kurasa ini tidak akan berhasil…”
“Tidak—Ini harus berhasil! Aku tidak akan
membiarkannya terjadi… Ini semua salahku!”
“Kau tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri, Ini
bukan kesalahanmu…”
“Aku yang menyebabkan semuanya terjadi—Tapi aku…
Tidak bias mempertanggung jawabkan apa yang sudah kulakukan dan ini semua
terjadi karena kesalahanku…”
Ucapan demi ucapan terucap dari kedua orang yang
saling beragumen itu, saling menyalahkan diri masing-masing atas semua yang
telah terjadi, mengabaikan apa yang akan terjadi selanjutnya ketika
jemari-jemari yang sudah membeku kaku itu mulai bergerak secara perlahan serta
kelopak mata yang perlahan terbuka melihat langit biru yang sangat luas
membentang di atas tempatnya terbaring. Bibirnya yang sudah kaku perlahan
terbuka… berusaha menggerakan lidahnya untuk mengeluarkan suara dari dalam
tenggorokkannya yang sudah kering itu… Ia mengangkat tangannya seakan ingin
meraih awan yang melayang diatas sana…
“…Di…Mana…” ucapnya pelan sambil menggerakkan
telapak tangannya perlahan
Kedua orang yang mendengar suara kecil itu menoleh
kini mendapati sesuatu yang sangat mereka tidak percaya,…
Kupikir,
kalau aku mati…
Aku
bisa mengakhiri semua ini, Tapi kenyataannya…
Aku
sama sekali tidak bisa mengakhiri semuanya dengan mudah dan pada akhirnya aku
membuka mataku untuk yang kedua kalinya…
.
あと一度だけ奇跡は起こるだろう
優しい声で描く歪んだ未来
Ato ichido dake kiseki
wa okoru darou
Yasashii koe de egaku yuganda mirai
もう誰も泣かない世界の為に
紅く汚された空の
何処にも届かず消える叫びと祈り
慰めは捨てて行ける
Mou
dare no nakanai sekai no tame ni
Akaku kegasareta sora no
Doko ni mo todakazu kieru sakebi to inori
Nagusame wa sutete yukeru
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar